TUGAS
ETIKOLEGAL
UNDANG-UNDANG
PRAKTIK KEBIDANAN
Disusun oleh:
Nama : Fullin Rakhmawadah
NIM : P17424312064
Kelas : Reguler B
PRODI DIII
KEBIDANAN PURWOKERTO
POLITEKNIK
KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
TAHUN
AKADEMIK 2012 / 2013
MENTERI KESENATAN
REPUBLIK INDONESIA
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010
NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010
TENTANG
IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK
BIDAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (5) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan perlu mengatur Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan;
- bahwa dalam rangka menyelaraskan kewenangan bidan
dengan tugas pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
yang merata, perlu merevisi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor H
K.02.02/Menkes/149/1/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan kembali
Peraturan
Menteri
Kesehatan tentang
Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan;
Mengingat:
1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik
Kedokteran (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4431);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambaran Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
- Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
- Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);
- Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4737);
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1575/Menkes/Per/ XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Kesehatan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 439/Menkes/Per/ VI/2009 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan; - Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SK/
111/2007 tentang Standar Profesi Bidan;
- Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 938/Menkes/SK/
VI11/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan;
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
161/Menkes/Per/1/2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG IZIN
DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud
dengan:
1 Bidan adalah seorang perempuan
yang lulus dari pendidikan bidan yang telah teregistrasi sesuai ketentuan
peraturan perundangan-undangan.
2 Fasilitas pelayanan kesehatan
adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan
baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif, yang dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat.
- Surat Tanda Registrasi, selanjutnya disingkat STR
adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga
kesehatan yang diregistrasi setelah memiliki sertifikat kompetensi.
- Surat Izin Kerja Bidan, selanjutnya disingkat
SIKB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi
persyaratan untuk bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
- Surat Izin Praktik Bidan, selanjutnya disingkat
SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi
persyaratan untuk menjalankan praktik bidan mandiri.
- Standar adalah pedoman yang harus dipergunakan
sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi yang meliputi standar
pelayanan, standar profesi, dan standar operasional prosedur.
- Praktik mandiri adalah praktik bidan swasta
perorangan.
- 8. Organisasi
profesi adalah Ikatan Bidan Indonesia (IBI)
BAB II
PERIZINAN
PERIZINAN
Pasal 2
(1) Bidan dapat menjalankan
praktik mandiri dan/atau bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
(2) Bidan yang menjalankan
praktik mandiri harus berpendidikan minimal Diploma III (D III) Kebidanan.
Pasal 3
(1) Setiap bidan
yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan wajib memiliki SIKB.
(2) Setiap bidan
yang menjalankan praktik mandiri wajib memiliki SIPB.
(3) SIKB atau SIPB
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku untuk 1 (satu) tempat.
Pasal 4
(1) Untuk memperoleh SIKB/SIPB
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Bidan harus mengajukan permohonan kepada
pemerintah daerah kabupaten/kota dengan melampirkan:
- fotocopy STR yang masih berlaku dan dilegalisasi;
- surat keterangan sehat fisik dari dokter yang
memiliki Surat Izin Praktik;
- surat pernyataan memiliki tempat kerja di
fasilitas pelayanan kesehatan atau tempat praktik;
- pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak
3 (tiga) lembar;
- rekomendasi dari kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk; dan
- rekomendasi dari organisasi profesi.
(2) Kewajiban memiliki STR
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Apabila belum
terbentuk Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI), Majelis Tenaga Kesehatan
Provinsi (MTKP) dan/atau proses STR belum dapat dilaksanakan, maka Surat Izin
Bidan ditetapkan berlaku sebagai STR.
(4) Contoh surat permohonan
memperoleh SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Formulir I terlampir.
(5) Contoh SIKB sebagaimana
tercantum dalam Formulir II terlampir
(6) Contoh SIPB sebagaimana
tercantum dalam Formulir III terlampir.
Pasal 5
(1) SIKB/SIPB
dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota.
(2) Dalam hal
SIKB/SIPB dikeluarkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota maka persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e tidak diperlukan.
(3) Permohonan SIKB/SIPB yang
disetujui atau ditolak harus disampaikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota
atau dinas kesehatan kabupaten/kota kepada pemohon dalam waktu
selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal permohonan diterima.
Pasal 6
Bidan hanya dapat menjalankan
praktik dan/atau kerja paling banyak di 1 (satu) tempat kerja dan 1 (satu)
tempat praktik.
Pasal 7
(1) SIKB/SIPB berlaku selama STR masih
berlaku dan dapat diperbaharui kembali jika habis masa berlakunya.
(2) Pembaharuan SIKB/SIPB
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota setempat dengan melampirkan :
- fotokopi SIKB/SIPB yang lama;
- fotokopi STR;
- surat keterangan sehat fisik dari dokter yang
memiliki Surat Izin Praktik;
- pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak
3 (tiga) lembar;
- rekomendasi dari kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (1)
huruf e; dan
- rekomendasi dari organisasi profesi.
Pasal 8
SIKB/SIPB dinyatakan tidak berlaku
karena:
- tempat kerja/praktik tidak sesuai lagi dengan
SIKB/SIPB.
- masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang.
- dicabut oleh pejabat yang berwenang memberikan izin.
BAB III
PENYELENGGARAAN PRAKTIK
PENYELENGGARAAN PRAKTIK
Pasal 9
Bidan dalam menjalankan praktik,
berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi:
- pelayanan kesehatan ibu;
- pelayanan kesehatan anak; dan
- pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan
keluarga berencana.
Pasal 10
(1) Pelayanan kesehatan ibu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a diberikan pada masa pra hamil,
kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua
kehamilan.
(2) Pelayanan kesehatan ibu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
- pelayanan konseling pada masa pra hamil;
- pelayanan antenatal pada kehamilan normal;
- pelayanan persalinan normal;
- pelayanan ibu nifas normal;
- pelayanan ibu menyusui; dan
- pelayanan konseling pada masa antara dua
kehamilan.
(3) Bidan dalam memberikan
pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang untuk:
- episiotomi;
- penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;
- penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan
perujukan;
- pemberian tablet Fe pada ibu hamil;
- pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;
- fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan
promosi air susu ibu eksklusif;
- pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala
tiga dan postpartum;
- penyuluhan dan konseling;
- bimbingan pada kelompok ibu hamil;
- pemberian surat keterangan kematian; dan
- pemberian surat keterangan cuti bersalin.
Pasal 11
(1) Pelayanan
kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b diberikan pada bayi
baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra sekolah.
(2) Bidan dalam
memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang untuk:
- melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk
resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini, injeksi Vitamin K
1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0 — 28 hari), dan perawatan
tali pusat;
- penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan
segera merujuk;
- penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan
perujukan;
- pemberian imunisasi rutin sesuai program
pemerintah;
- pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan
anak pra sekolah;
- pemberian konseling dan penyuluhan;
- pemberian surat keterangan kelahiran; dan
- pemberian surat keterangan kematian.
Pasal 12
Bidan dalam memberikan pelayanan
kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf c, berwenang untuk:
- memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan
reproduksi perempuan dan keluarga berencana; dan
- memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom.
Pasal 13
(1) Selain kewenangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12, Bidan yang menjalankan program
Pemerintah berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi:
- pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat
kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah
kulit;
- asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi
khusus penyakit kronis tertentu dilakukan di bawah supervisi dokter;
- penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai
pedoman yang ditetapkan;
- melakukan pembinaan peran serta masyarakat di
bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan
lingkungan;
- pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak
pra sekolah dan anak sekolah;
- melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas;
- melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan
penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian
kondom, dan penyakit lainnya;
- pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika
dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi; dan
- pelayanan kesehatan lain yang merupakan program
Pemerintah.
(2) Pelayanan alat kontrasepsi bawah
kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit,
dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk, dan memberikan penyuluhan terhadap
Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan
penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) hanya
dapat dilakukan oleh bidan yang dilatih untuk itu.
Pasal 14
(1) Bagi bidan yang menjalankan
praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dapat melakukan pelayanan
kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(2) Daerah yang
tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kecamatan atau
kelurahan/desa yang ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.
(3) Dalam hal
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah terdapat dokter, kewenangan
bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku.
Pasal 15
(1) Pemerintah
daerah provinsi/kabupaten/kota menugaskan bidan praktik mandiri tertentu untuk
melaksanakan program Pemerintah.
(2) Bidan praktik
mandiri yang ditugaskan sebagai pelaksana program pemerintah berhak atas
pelatihan dan pembinaan dari pemerintah daerah provi nsi/kabupaten/kota.
Pasal 16
(1) Pada daerah
yang belum memiliki dokter, Pemerintah dan pemerintah daerah harus menempatkan
bidan dengan pendidikan minimal Diploma III Kebidanan.
(2) Apabila tidak
terdapat tenaga bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan
pemerintah daerah dapat menempatkan bidan yang telah mengikuti pelatihan.
(3)
Pemerintah
daerah provinsi/kabupaten/kota
bertanggung jawab
menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang memberikan pelayanan di daerah yang tidak memiliki dokter.
menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang memberikan pelayanan di daerah yang tidak memiliki dokter.
Pasal 17
(1) Bidan dalam menjalankan praktik
mandiri harus memenuhi persyaratan meliputi:
- memiliki tempat praktik, ruangan praktik dan
peralatan untuk tindakan asuhan kebidanan, serta peralatan untuk menunjang
pelayanan kesehatan bayi, anak balita dan prasekolah yang memenuhi
persyaratan lingkungan sehat;
- menyediakan maksimal 2 (dua) tempat tidur untuk
persalinan; dan
- memiliki sarana, peralatan dan obat sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
(2) Ketentuan persyaratan tempat
praktik dan peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran Peraturan ini.
Pasal 18
(1) Dalam melaksanakan praktik/kerja,
bidan berkewajiban untuk:
- menghormati hak pasien;
- memberikan informasi tentang masalah kesehatan
pasien dan pelayanan yang dibutuhkan;
- merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak
dapat ditangani dengan tepat waktu;
- meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan;
- menyimpan rahasia pasien sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan-undangan;
- melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan
pelayanan lainnya secara sistematis;
- mematuhi standar ; dan
- melakukan pencatatan dan pelaporan
penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahiran dan
kematian.
(2) Bidan dalam menjalankan
praktik/kerja senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan
pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.
(3) Bidan dalam
menjalankan praktik kebidanan harus membantu program pemerintah dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pasal 19
Dalam melaksanakan praktik/kerja,
bidan mempunyai hak:
- memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan
praktik/kerja sepanjang sesuai dengan standar;
- memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari
pasien dan/atau keluarganya;
- melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan dan
standar; dan
- menerima imbalan jasa profesi.
MENTERI KESEIIATAN
REPUBL1K INDONES4A
REPUBL1K INDONES4A
BAB IV
PENCATATAN DAN PELAPORAN
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pasal 20
(1) Dalam
melakukan tugasnya bidan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan
pelayanan yang diberikan.
(2) Pelaporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan ke Puskesmas wilayah tempat
praktik.
(3) Dikecualikan
dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk bidan yang bekerja di
fasilitas pelayanan kesehatan.
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 21
(1) Menteri,
Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melakukan
pembinaan dan pengawasan dengan mengikutsertakan Majelis Tenaga Kesehatan
Indonesia, Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi, organisasi profesi dan asosiasi
institusi pendidikan yang bersangkutan.
(2) Pembinaan dan
pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan mutu
pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala
kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
(3) Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota harus melaksanakan pembinaan dan pengawasan
penyelengaraan praktik bidan.
(4) Dalam
pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota harus membuat pemetaan tenaga bidan praktik mandiri dan bidan di
desa serta menetapkan dokter puskesmas terdekat untuk pelaksanaan tugas
supervisi terhadap bidan di wilayah tersebut
Pasal 22
Pimpinan fasilitas pelayanan
kesehatan wajib melaporkan bidan yang bekerja dan yang berhenti bekerja di
fasilitas pelayanan kesehatannya pada tiap triwulan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada organisasi profesi.
MENTERI KESENATAN
REPUBLIK INDONESIA
REPUBLIK INDONESIA
Pasal 23
(1) Dalam rangka
pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Menteri, pemerintah
daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota dapat memberikan tindakan
administratif kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
penyelenggaraan praktik dalam Peraturan ini.
(2) Tindakan
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a.teguran lisan;
b.teguran tertulis;
c.pencabutan SIKB/SIPB untuk
sementara paling lama 1 (satu) tahun; atau
d.pencabutan SIKB/SIPB selamanya.
Pasal 24
(1) Pemerintah daerah
kabupaten/kota dapat memberikan sanksi berupa rekomendasi pencabutan surat izin/STR
kepada kepala dinas kesehatan provinsi/Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia
(MTKI) terhadap Bidan yang melakukan praktik tanpa memiliki SIPB atau kerja
tanpa memiliki SIKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2).
(2) Pemerintah daerah
kabupaten/kota dapat mengenakan sanksi teguran lisan, teguran tertulis sampai
dengan pencabutan izin fasilitas pelayanan kesehatan sementara/tetap kepada
pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan yang mempekerjakan bidan yang tidak
mempunyai SIKB.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 25
(1) Bidan yang telah mempunyai SIPB
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang
Registrasi dan Praktik Bidan dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
HK.02.02/Menkes/149/1/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan
dinyatakan telah memiliki SIPB berdasarkan Peraturan ini sampai dengan masa
berlakunya berakhir.
MENTERI KESENATAN
REPUBLIK INDONESIA
REPUBLIK INDONESIA
(2) Bidan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus memperbaharui SIPB apabila Surat Izin Bidan yang bersangkutan
telah habis jangka waktunya, berdasarkan Peraturan ini.
Pasal 26
Apabila Majelis Tenaga Kesehatan
Indonesia (MTKI) dan Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) belum dibentuk
dan/atau belum dapat melaksanakan tugasnya maka registrasi bidan dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan.
Pasal 27
Bidan yang telah melaksanakan kerja
di fasilitas pelayanan kesehatan sebelum ditetapkan Peraturan ini harus memiliki
SIKB berdasarkan Peraturan ini paling selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak
Peraturan ini ditetapkan.
Pasal 28
Bidan yang berpendidikan di bawah
Diploma III (D III) Kebidanan yang menjalankan praktik mandiri harus
menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan ini selambat-lambatnya 5 (lima) tahun
sejak Peraturan ini ditetapkan.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29
Pada saat Peraturan ini mulai
berlaku:
- Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan sepanjang yang
berkaitan dengan perizinan dan praktik bidan; dan
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
HK.02.02/Menkes/149/1/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan;
dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
MENTERI KESDIATAN
REPUBLIK INDONESIA
REPUBLIK INDONESIA
Pasal 30
Peraturan ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Oktober 2010
MENTERI KESEHATAN,
ttd
ENDANG RAHAYU SEDYANINGSIH
Diundangkan di Jakarta pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
PATRIALIS AKBAR
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2010 NOMOR
Lampiran
Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor : 1464/MENKES/PER/X/2010
Tanggal : 4 Oktober 2010
PERSYARATAN PRAKTIK BIDAN
A. TEMPAT PRAKTIK
1. Tempat untuk praktik bidan
mandiri terpisah dari ruangan keluarga terdiri dari :
- Ruang Tunggu
- Ruang Pemeriksaan
- Ruang Persalinan
- Ruang Rawat !nap
- WC/Kamar mandi
- Ruang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
2. Papan Nama
Bidan yang praktik mandiri dan telah
mempunyai SIPB wajib memasang papan nama praktik bidan yang memuat : nama,
alamat tempat praktik, Nomor SIPB dan waktu praktik. Ukuran 40 cm x 60 cm
dengan warna dasar putih dan tulisan hitam.
B. PERALATAN
DAFTAR PERALATAN PRAKTIK BIDAN
No.
|
Jenis Alat
|
Jumlah
|
A.
|
Peralatan
tidak steril
|
|
1
|
Tensimeter
|
1
|
2
|
Stetoskop binoculer
|
1
|
3
|
Stetoskop monoculer
|
1
|
4
|
Timbangan dewasa
|
1
|
5
|
Timbangan bayi
|
1
|
6
|
Pengukur panjang bayi
|
1
|
7
|
Termometer
|
2
|
No.
|
Jenis Alat
|
Jumlah
|
8
|
Oksigen dengan regulator
|
1
|
9
|
Ambu bag dengan masker resusitasi (ibu+bayi)
|
1/1
|
10
|
Pengisap lendir
|
2
|
11
|
Lampu/sorot
|
1
|
12
|
Penghitung nadi (jam dengan jarum detik)
|
1
|
13
|
Sterilisator
|
1
|
14
|
Bak instrumen dengan tutup
|
2
|
15
|
Palu Refleks
|
1
|
16
|
Alat pemeriksa Hb (Sahli)
|
1
|
17
|
Set pemeriksaan urine (protein + reduksi)
|
1
|
18
|
Pita pengukur
|
1
|
19
|
Sarung tangan karet untuk mencuci alat
|
2 pasang
|
20
|
Apron
|
2 pasang
|
21
|
Masker
|
1 dus
|
22
|
Pengaman mata
|
2
|
23
|
Sarung kaki plastik
|
Sesuai kebutuhan
|
24
|
Semprit disposable
|
Sesuai kebutuhan
|
25
|
Tempat kotoran/sampah
|
3
|
26
|
Tempat kain kotor
|
Sesuai kebutuhan
|
27
|
Tempat plasenta
|
Sesuai kebutuhan
|
28
|
Pot
|
Sesuai kebutuhan
|
29
|
Piala Ginjal/bengkok besar dan kecil
|
2/2
|
30
|
Sikat, sabun ditempatnya
|
2
|
31
|
Kertas lakmus
|
1 set
|
32
|
Semprit gliserin
|
1
|
33
|
Gunting verband
|
1
|
34
|
Gelas ukur 500 ml
|
1
|
35
|
Spatula lidah logam
|
1
|
36
|
Perlengkapan pakaian bayi
|
Sesuai kebutuhan
|
37
|
Perlengkapan pakaian Ibu
|
Sesuai kebutuhan
|
B.
|
Peralatan
steril (dtt)
|
|
1
|
Klem Pean
|
2
|
2
|
1/2 Klem Kocher
|
2
|
3
|
Korentang
|
2
|
4
|
Gunting tali pusat
|
2
|
5
|
Gunting benang
|
2
|
6
|
Gunting episiotomi
|
2
|
7
|
Kateter karet/metal
|
2/2
|
8
|
Pinset anatomi pendek dan panjang
|
1/1
|
No.
|
Jenis Alat
|
Jumlah
|
9
|
Tenakulum/kocher tang
|
2/2
|
10
|
Pinset bedah
|
2
|
11
|
Spekulum cocor bebek dan Sims
|
1/1
|
12
|
Mangkok metal kecil
|
2
|
13
|
Pengikat tali pusat
|
Sesuai kebutuhan
|
14
|
Pengisap lendir
|
1
|
15
|
Tampon tang
|
2
|
16
|
Tampon vagina
|
Sesuai kebutuhan
|
17
|
Pemegang jarum
|
2
|
18
|
Jarum kulit dan otot
|
Sesuai kebutuhan
|
19
|
Sarung tangan
|
Sesuai kebutuhan
|
20
|
Benang sutera + catgut
|
Sesuai kebutuhan
|
21
|
Doek steril (kain steril)
|
6
|
C.
|
Bahan
habis pakai
|
Sesuai kebutuhan
|
1
|
Kapas
|
|
2
|
Kain Kasa
|
|
3
|
Plester
|
|
4
|
Handuk
|
|
5
|
Pembalut wanita
|
|
D.
|
Peralatan
pencegahan infeksi
|
|
1
|
Wadah anti tembus untuk pembuangan tabung
|
|
|
suntik dan jarum
|
1
|
2
|
Tempat untuk sampah terkontaminasi basah dan
|
|
|
kering dalam tempat terpisah
|
3
|
3
|
Ember untuk menyiapkan larutan klorin
|
1
|
4
|
Ember
plastik tertutup
untuk
dekontaminasi
|
|
|
peralatan
|
2
|
5
|
Ember plastik dan sikat untuk membersihkan dan
|
|
|
mencuci peralatan
|
2
|
6
|
DTT set untuk merebus dan atau mengukus
|
1
|
7
|
Tempat
penyimpanan
peralatan
bersih yang
|
|
|
tertutup rapat.
|
2
|
E.
|
Formulir
yang disediakan
|
Sesuai kebutuhan
|
1
|
Formulir Informed Consent
|
|
2
|
Formulir ANC
|
|
No.
|
Jenis Alat
|
Jumlah
|
3
|
Formulir Partograf
|
|
4
|
Formulir persalinan/nifas dan KB
|
|
5
|
Buku register : ibu, bayi, anak, KB
|
|
6
|
Formulir Laporan
|
|
7
|
Formulir rujukan
|
|
8
|
Formulir surat kelahiran
|
|
9
|
Formulir surat kematian
|
|
10
|
Formulir surat keterangan cuti bersalin
|
|
11
|
Formulir permintaan darah
|
|
12
|
Buku KIA
|
|
MENTERI KESEHATAN,
ttd
ENDANG RAHAYU SEDYANINGSIH
Formulir I
Perihal : Permohonan Surat Izin
Kerja Bidan/Surat Izin Praktik Bidan (SIKB/SIPB)
Kepada Yth,
Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota……………
Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama Lengkap
Alamat
Tempat, tanggal lahir
Jenis kelamin
Tahun Lulusan
Berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1464/MENKES/PER/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik
Bidan, dengan ini mengajukan permohonan untuk mendapatkan Surat Izin Kerja
Bidan/Surat Izin Praktik Bidan (SIKB/SIPB).
Sebagai bahan pertimbangan
terlampir:
- fotokopi SIB/STR yang masih berlaku dan dilegalisasi;
- surat keterangan sehat fisik dari dokter yang
memiliki Surat Izin Praktik;
- surat pernyataan memiliki tempat praktik;
- pas foto berwarna terbaru ukuran 4 X 6 cm
sebanyak 3 (tiga) lembar;
- rekomendasi dari Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota atau pejabat yang ditunjuk; dan
- rekomendasi dari organisasi profesi.
Demikian atas perhatian Bapak/Ibu
kami ucapkan terima kasih.
Pemohon,
Formulir II
KOP PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA
SURAT IZIN KERJA BIDAN (SIKB) Nomor:
Yang bertanda tangan di bawah ini,
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memberikan izin kerja kepada:
Nama
Tempat/tanggal lahir Alamat
Nomor SIB/STR
Untuk bekerja sebagai bidan di … (tempat dan alamat lengkap fasilitas
pelayanan kesehatan)
Surat Izin Kerja Bidan (SIKB) ini
berlaku sampai dengan tanggal (sesuai
pemberlakuan SIB/STR)
|
Dikeluarkan di …
Pada tanggal
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
|
Pas Foto
4X6 |
Tembusan :
- Kepala Dinas Kesehatan Provinsi …;
- Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ….;
- Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) daerah …; dan
- Pertinggal.
Formulir III
KOP PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA
SURAT IZIN PRAKTIK BIDAN (SIPB)
Nomor:
Yang bertanda tangan di bawah ini,
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memberikan izin praktik kepada:
Nama
Tempat/tanggal lahir : Alamat
Nomor SIB/STR
Untuk berpraktik sebagai bidan di … (tempat dan alamat lengkap tempat praktik)
Surat Izin Praktik Bidan (SIPB) ini
berlaku sampai dengan tanggal (sesuai
pemberlakuan SIB/STR)
|
Dikeluarkan di …
Pada tanggal
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
|
Pas Foto
4X6 |
|
|
|
|
|
Tembusan :
- Kepala Dinas Kesehatan Provinsi …;
- Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ….;
- Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) daerah …; dan
- Pertinggal.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/149/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN
BAB III PENYELENGGARAAN PRAKTIK
Pasal 8
Bidan dalam menjalankan praktik berwenang untuk memberikan pelayanan meliputi:
a. Pelayanan kebidanan
b. Pelayanan reproduksi perempuan; dan
c. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pasal 9
1. Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a ditujukan kepada ibu dan bayi
2. Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas dan masa menyusui.
3. Pelayanan kebidanan pada bayi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada bayi baru lahir normal sampai usia 28 (dua puluh delapan) hari.
Pasal 10
1. Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (2) meliputi:
a. Penyuluhan dan konseling
b. Pemeriksaan fisik
c. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
d. Pertolongan persalinan normal
e. Pelayanan ibu nifas normal
2. Pelayanan kebidanann kepada bayi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (3) meliputi:
a. Pemeriksaan bayi baru lahir
b. Perawatan tali pusat
c. Perawatan bayi
d. Resusitasi pada bayi baru lahir
e. Pemberian imunisasi bayi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah; dan
f. Pemberian penyuluhan
Pasal 11
Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a berwenang untuk:
a. Memberikan imunisasi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah
b. Bimbingan senam hamil
c. Episiotomi
d. Penjahitan luka episiotomi
e. Kompresi bimanual dalam rangka kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
f. Pencegahan anemi
g. Inisiasi menyusui dini dan promosi air susu ibu eksklusif
h. Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia
i. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk;
j. Pemberian minum dengan sonde/pipet
k. Pemberian obat bebas, uterotonika untuk postpartum dan manajemen aktif kala III;
l. Pemberian surat keterangan kelahiran
m. Pemberian surat keterangan hamil untuk keperluan cuti melahirkan
Pasal 12
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf b, berwenang untuk;
a. Memberikan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi dalam rahim dalam rangka menjalankan tugas pemerintah, dan kondom;
b. Memasang alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dengan supervisi dokter;
c. Memberikan penyuluhan/konseling pemilihan kontrasepsi
d. Melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah; dan
e. Memberikan konseling dan tindakan pencegahan kepada perempuan pada masa pranikah dan prahamil.
Pasal 13
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf c, berwenang untuk:
a. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan bayi;
b. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas; dan
c. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya.
Pasal 14
1. Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tidak ada dokter di tempat kejadian, bidan dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8.
2. Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dalam rangka melaksanakan tugas pemerintah dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8.
3. Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
4. Dalam hal daearah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah terdapat dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku.
Pasal 15
1. Pemerintah daerah menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang memberikan pelayanan di daerah yang tidak memiliki dokter.
2. Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diseleenggarakan sesuai dengan modul Modul Pelatihan yang ditetapkan oleh Menteri.
3. Bidan yang lulus pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memperoleh sertifikat.
Pasal 16
Pada daerah yang tidak memiliki dokter, pemerintah daerah hanya menempatkan Bidan dengan pendidikan Diploma III kebidanan atau bidan dengan pendidikan Diploma I kebidanan yang telah mengikuti pelatihan.
Pasal 17
Bidan dalam menjalankan praktik harus membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pasal 18
1. Dalam menjalankan praktik, bidan berkewajiban untuk:
a. Menghormati hak pasien
b. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dengan tepat waktu.
c. Menyimpan rahasia kedokteran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan;
e. Meminta persetujuan tindakan kebidanan yang akan dilakukan;
f. Melakukan pencatatan asuhan kebidanan secara sistematis;
g. Mematuhi standar; dan
h. Melakukan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahirana dan kematian.
2. Bidan dalam menjalankan praktik senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.
Pasal 19
Dalam melaksanakan praktik, bidan mempunyai hak:
a. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik sepanjang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan;
b. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/ atau keluarganya;
c. Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan, standar profesi dan standar pelayanan; dan
d. Menerima imbalan jasa profesi.
Pasal 8
Bidan dalam menjalankan praktik berwenang untuk memberikan pelayanan meliputi:
a. Pelayanan kebidanan
b. Pelayanan reproduksi perempuan; dan
c. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pasal 9
1. Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a ditujukan kepada ibu dan bayi
2. Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas dan masa menyusui.
3. Pelayanan kebidanan pada bayi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada bayi baru lahir normal sampai usia 28 (dua puluh delapan) hari.
Pasal 10
1. Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (2) meliputi:
a. Penyuluhan dan konseling
b. Pemeriksaan fisik
c. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
d. Pertolongan persalinan normal
e. Pelayanan ibu nifas normal
2. Pelayanan kebidanann kepada bayi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (3) meliputi:
a. Pemeriksaan bayi baru lahir
b. Perawatan tali pusat
c. Perawatan bayi
d. Resusitasi pada bayi baru lahir
e. Pemberian imunisasi bayi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah; dan
f. Pemberian penyuluhan
Pasal 11
Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a berwenang untuk:
a. Memberikan imunisasi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah
b. Bimbingan senam hamil
c. Episiotomi
d. Penjahitan luka episiotomi
e. Kompresi bimanual dalam rangka kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
f. Pencegahan anemi
g. Inisiasi menyusui dini dan promosi air susu ibu eksklusif
h. Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia
i. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk;
j. Pemberian minum dengan sonde/pipet
k. Pemberian obat bebas, uterotonika untuk postpartum dan manajemen aktif kala III;
l. Pemberian surat keterangan kelahiran
m. Pemberian surat keterangan hamil untuk keperluan cuti melahirkan
Pasal 12
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf b, berwenang untuk;
a. Memberikan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi dalam rahim dalam rangka menjalankan tugas pemerintah, dan kondom;
b. Memasang alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dengan supervisi dokter;
c. Memberikan penyuluhan/konseling pemilihan kontrasepsi
d. Melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah; dan
e. Memberikan konseling dan tindakan pencegahan kepada perempuan pada masa pranikah dan prahamil.
Pasal 13
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf c, berwenang untuk:
a. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan bayi;
b. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas; dan
c. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya.
Pasal 14
1. Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tidak ada dokter di tempat kejadian, bidan dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8.
2. Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dalam rangka melaksanakan tugas pemerintah dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8.
3. Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
4. Dalam hal daearah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah terdapat dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku.
Pasal 15
1. Pemerintah daerah menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang memberikan pelayanan di daerah yang tidak memiliki dokter.
2. Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diseleenggarakan sesuai dengan modul Modul Pelatihan yang ditetapkan oleh Menteri.
3. Bidan yang lulus pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memperoleh sertifikat.
Pasal 16
Pada daerah yang tidak memiliki dokter, pemerintah daerah hanya menempatkan Bidan dengan pendidikan Diploma III kebidanan atau bidan dengan pendidikan Diploma I kebidanan yang telah mengikuti pelatihan.
Pasal 17
Bidan dalam menjalankan praktik harus membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pasal 18
1. Dalam menjalankan praktik, bidan berkewajiban untuk:
a. Menghormati hak pasien
b. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dengan tepat waktu.
c. Menyimpan rahasia kedokteran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan;
e. Meminta persetujuan tindakan kebidanan yang akan dilakukan;
f. Melakukan pencatatan asuhan kebidanan secara sistematis;
g. Mematuhi standar; dan
h. Melakukan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahirana dan kematian.
2. Bidan dalam menjalankan praktik senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.
Pasal 19
Dalam melaksanakan praktik, bidan mempunyai hak:
a. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik sepanjang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan;
b. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/ atau keluarganya;
c. Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan, standar profesi dan standar pelayanan; dan
d. Menerima imbalan jasa profesi.